Menulis itu menular.
Kebaikan itu menular.
Kamu membagikan kebaikan melalui
tulisan yang dikemas dengan baik berarti kamu sedang menebar virus kebaikan.
Sumber Foto: Dokumentasi Penulis
Dari rendah diri, aku belajar untuk
membangun kembali rasa percaya diri
“Rxmxlsjss
Fnkssnhss Llaojsshs.” Tanya seorang pramugara berparas khas ras Kaukasoid kepadaku. Ini adalah
penerbangan Internasional pertamaku. Dari Kuala Lumpur International Airport
menuju Dubai International Airport.
“Sorry?”
“Xhskkssksbmkjs Gnhsjhsoi.” Aku belum
bisa mencerna apa yang dia katakan. Bahasa inggrisnya terburu-buru atau mungkin
aku yang belum pernah berbicara dengan native speaker. Terlihat dia sedang
mendorong sebuah meja besi yang berisi banyak makanan dan minuman.
“What
the menus that you want?” Tanya penumpang disampingku, penyelamat, batinku.
Aku mengerti apa yang dia katakan.
“I
don’t know, I am not hungry.” balasku.
“Just
look the menu, and choose one. It’s free, don’t worry”
“Menu?”
Aku tidak tahu bahwa selembar brosur yang dibagikan sepuluh menit pertama sebelum
pesawat lepas landas adalah menu makanan yang bisa dipesan secara gratis. Aku
lihat menu untuk breakfast, karena
saat itu sekitar jam empat dini hari. Burung terbang ini akan tiba di Dubai
kurang lebih pukul 05:00 waktu setempat. “This
one.” lanjutku. Menunjuk satu diantara tiga menu yang tersedia,
tiga-tiganya bukan sarapan khas Indonesia.
“Ok,
I want this food and so the girl.” Katanya kepada pramugara itu dan tidak
menunggu lama dia mengeluarkan makanan yang diminta dari dalam meja dorongannya
itu.
“Thank
you.”
“Ok.”
Sumber Foto: Dokumentasi Penulis
Cuplikan percakapan
tersebut aku alami beberapa tahun lalu. Aku menumpangi pesawat Emirates ya
katakanlah pesawat yang mendapatkan peringkat sepuluh besar untuk kategori pesawat
terbaik setiap tahunnya. Ini yang pertama dan aku duduk sendirian. Beberapa
teman duduk di deretan bangku lain.
Asing. Sekaligus merasa
rendah diri. Aku tak mengerti apa yang pramugara itu katakan. Seorang
disampingku, memakai hijab dengan balutan jaket kulit bewarna coklat, membantuku
berkomunikasi dengan si-pramugara untuk pertama kalinya. Aku belajar dari keadaan ini untuk
penerbangan selanjutnya, akan ada seorang pramugara atau pramugari datang
menanyakan sesuatu, kalau malu tidak perlu berbicara, cukup tunjuk menunya saja
dan dia akan memberikanmu makanan yang kau inginkan. Ingat.
Aku menulis peristiwa
tersebut di memo yang sedang kugenggam. Semua kepercayaan diri yang luruh. Aku
berpikir bahwa ini akan aku dituliskan di blog. Untuk berbagi sebuah pengalaman
dan mengenang hal yang memalukan.
Buat caption, kenapa panjang-panjangsih
Setiap
kali aku mem-posting foto di
Instagram, selalu aku lampirkan dengan keterangan foto yang kata teman-temanku panjangnya
seperti kereta api. Padahal, aku merasa
bahwa karakter sebanyak 2200 itu masih kurang untuk mengakomodir segala inginku
untuk berbagi cerita.
Beberapa respon mereka yang aku ingat
seperti:
“Ah
buat caption kenapa panjang-panjangsih, males bacanya.”
“Kurang
panjangtuh kepsyen”
“Duh
capek aku bacanya”
“Kenapa
ga pindah ke blog ajasih?”
Sebenarnya aku bingung,
kalau mau baca ya dibaca, kalau tidak mau dibaca, ya tinggal dilewati saja.
Namun ada juga beberapa temanku yang bilang, katanya melalui beberapa paragraf
yang aku bagikan melalu caption di
Instagram, itu menjadi lecutan semangatnya. Juga menginspirasi.
Jujur, aku kepikiran
sama pertanyaan “Kenapa ga pindah ke blog
ajasih?” Setelah aku pertimbangkan
ada benarnya juga. Aku sudah pernah memiliki sebuah blog, namun tidak
aktif dan lalu muncul ide untuk mulai fokus ke blog.
Oh
iya, satu hal yang perlu aku sampaikan, aku tetap menulis semenjak waktu itu, sampai sekarang. Di media
apa saja, salah satunya adalah blog. Bagiku blog adalah tools untuk berbagi, yang
mau aku sampaikan adalah narasi yang seutuhnya ada di tulisan.
Ternyata di blog itu…..
Blog
itu kan medianya, nah hal lain yang lebih ada value-nya itu ketika banyak orang
yang memanfaatkanya dengan baik untuk berbagi, jadi melalui penggambaran per
kalimatnya kita bisa ikutan merasakan, apa yang sedang dia alami, campuran
emosinya, apapun itu.
Aku merasakan betapa
menyenangkan menulis di blog. Mengetahui bahwa batas menulis di blog sendiri
bisa sampai 4,096 huruf termasuk spasi. Dari SMP aku memang gemar menulis,
waktu itu medianya memanfaatkan fitur notes
di facebook. Sebelum menggunakan alamat blog yang ini journalofjourney.com,
aku menggunakan namaku sendiri sebagai alamat blog yaitu sindyalyap.blogspot.com. Akhir tahun 2018 lalu, aku memenangi
kompetisi blog dan uang hadiahnya aku belikan domain berbayar, hehe.
Dari blogwalking aku bisa membaca beragam pengalaman
orang lain tentang perjalanannya, baik di dalam negeri atau di luar negeri. Solo traveling atau traveling berjamaah. Long traveling atau short traveling. Bercerita tentang perjuangan dan pencapaiannya. Bertutur
bagaimana caranya mendeskrisipkan air ombak yang menyentuh karang di tepi pantai.
Berbagi tentang pandangan hidupnya dalam melihat sesuatu dan hal-hal terkait
keresahannya.
Membuat aku merasa bisa
mengantisipasi terhadap hal yang serupa, dan dari banyak peristiwapun dapat dijadikan sebagai contoh kisah inspiratif.
Dari sekumpulan narablog, aku
mengamati bahwa tak harus kuliah di Jurusan Jurnalistik atau Sastra Indonesia
(meskipun ini sangat membantu),untuk bisa menjadi penulis narablog profesional.
Banyak yang aku temui, profesinya
adalah pegawai bank, konsultan hukum, pegawai kantoran biasa, akuntan publik,
praktisi, full time mom, freelance writer bahkan juga ada yang menjadikan narablog sebagai profesi utamanya. Hal-hal tersebut menjadikan warna
tersendiri di blog.
Kemudian aku menyadari ternyata menulis blog
bisa memberikan kepuasan kepada batin. Ketika kita memutuskan menjadi seorang narablog
berarti harus selalu bersedia meningkatkan ilmu dan harus mau mengeluarkan sebagian
pendapatan untuk biaya belajar.
Kenapa aku bilang gitu?
Karena kemampuan menulis saja tidak cukup. Dalam membuat konten yang mampu
menarik para pembaca, akan lebih baik jika konten tulisan dilengkapi dengan gambar-gambar. Tentu
harus belajar bagaimana cara mengambil foto yang baik, belajar tentang Rule Of
Third, yaitu aperture, ISO, dan shutter
speed.Belajar desain grafis dari software seperti photoshop dan correl draw, supaya
bisa menampilkan data-data dalam bentuk infografis, dan menata landing page
pada blog.
Jika memiliki
pendapatan berlebih, bisa membeli buku atau mengikuti kursus atau duduk di café
sambil liat tutorial-tutorial di youtube.
Bagi yang uangnya serba cukup seperti aku, sikapi dengan rajin menelusuri
konten-konten blog para narablog, karena
biasanya tak sedikit dari mereka yang membagikan tips dan trik.
Prinsip seorang narablog yang aku lihat,
tidak pernah tanggung-tanggung dalam berbagi. Bahkan seharusnya kita menjadi si-proaktif, jika beliau-beliau tidak menuliskan tips dan trik, kita
harus memiliki keberanian untuk bertanya langsung kepadanya.
Aku pernah merasakan
pengalaman tersebut, saat ingin merubah template blog menjadi lebih eyes catching dan menanyakan informasi membeli
sampai ke settleup domain. Aku menanyakan kebeberapa narablog dan mereka dengan senang hati membantuku. Bahkan waktu itu aku
tidak kenal mereka sebelumnya, hanya sekadar membaca tulisan-tulisannya saja.
Sumber Foto: Dokumentasi Penulis
Tapi aku mengalami hal
ini: seringkali aku malu membaca tulisanku yang lalu tapi disaat bersamaan aku
juga membaca tulisanku sebagai bentuk refleksi diri. Kadang-kadang aku merasa pongah, sehabis
menulis. Sebenarnya hal yang baik itu bagaimana?
Semenjak Desember tahun lalu, aku belum
membuka blog sekalipun. Karena malu,
karena malu, karena malu. Konten terakhir yang aku tuliskan tentang
bahagianya perasaanku saat mendapatkan kerjaan pertama. Saat itu aku begitu ingin menuangkan perasaan
ke dalam tulisan tapi setelah aku tulis malah aku malu. Tapi aku tak ingin
menghapus? Apakah ini hal yang wajar?
Tapi kalau malu doang
manfaatnya apa dong? Karena ingin terlepas dari perasaan tersebut aku beranikan mengikuti Kompetisi
Blog Nodi ini.
Tentang menulis juga
sebenarnya aku tak begitu paham, yang kutahu karena aku menulis aku bisa membeli
handphone yang saat ini aku gunakan dengan uang sendiri, karena menulis aku bisa
keliling Bumi Alfatih, karena menulis aku bisa berkunjung ke museum yang menampilkan
suasana perang perebutan Konstantinopel, karena menulis aku bisa naik balon udara
dan terbang diatas bebatuan di Capadocya, karena menulis aku bisa pergi
menjelajah kota Padang, karena menulis aku bisa merasakan horornya Goa Jepang, karena
menulis aku bisa naik pesawat Emirates dan mengalami kejadian malu-malu-gemes, karena
menulis aku bisa naik Cruise diantara benua Asia dan Eropa, karena menulis aku bisa
jalan jalan ke luar kota, karena menulis aku bisa ke luar negeri, karena menulis
aku bisa ke pantai tersembunyi, karena menulis aku bisa bertemu banyak orang lain
yang baik-baik dan hebat-hebat, karena menulis aku bisa healing diriku, karena menulis aku bisa mendapatkan pekerjaan
pertamaku dan banyak hal mengaggumkan lainnya.
Sebelumnya aku mengatakan aku malu dengan kualitas dan isi tulisanku. Kemudian aku menjawab sendiri. Aku menulis karena aku mendapatkan
hal-hal luar biasa, lalu kalau aku bosan dan berhenti berarti aku sedang
menyuruh banyak kesempatan yang hendak datang untuk menjauh...waduh.
Tahun 2019 sudah berjalan
hampir sebulan. Ini tulisan pertamaku di tahun ini. Bicara tahun baru bicara
resolusi, yang lebih detail bicara tentang resolusi menulis. Aku ingin meningkatkan kemampuanku seperti para narablog favoritku. Memiliki kemampuan desain, memiliki kemampuan mengolah foto
dan video. Memiliki komitmen untuk terus berbagi. Memiliki semangat belajar
untuk meningkatkan kualitas diri yang tentunya juga meningkatkan kualitas
konten yang dihasilkan.
Aku ingin membangun branding yang khas, menikmati masa pencarian jati diri untuk menemukan konten
yang pas yang aku bawakan. Menjadi penulis yang memiliki banyak koleksi diksi,
sehingga tidak menggunakan kata-kata itu saja. Keinginan mau menulis itu penting tapi memahami kaidah penulisan juga penting, aku kutip kalimat tersebut dari tulisan seorang juri.
Menulis mampu membawaku keliling dunia, menyentuh kabut, menggapai angan. Apa yang aku
inginkan selalu tulisan yang menjadi media pengantarnya. Saat ini aku ingin
pergi melakukan Tour Eropa tahun 2019, jika Tuhan berkehendak. Aku bingung
mencari pendapatan dari kerjaan sampingan, lalu aku berpikir, kenapa aku tak
menulis aja? Bukankah dengan terus menulis, kemampuanku akan semakin lebih
baik atau tidak stagnan? Soal pergi ke Eropa atau tidak, semua terserah Tuhan.
Yang penting Aku berusaha melalui tulisan dan menjadi seorang narablog.
#KompetisiBlogNodi #NarablogEraDigital
#KompetisiBlogNodi #NarablogEraDigital
Waah sama nih yang say arasakan selama menekuni hobi ngeblog ini....
BalasHapuswah hehehe
BalasHapusHuwaaaa aku jg pengen ke Dubai kak, seru kayaknya hehhe mantabbb kak :)
BalasHapus